Laman

Selasa, 27 September 2011

MAJU DENGAN MENINGKATKAN DIRI

الْخُطْبَةُ الْأُوْلَى

اللهُ أَكْبَرُ (تِسْعًا)

اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً. لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ. لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ عَدَدَ خَلْقِهِ وَرِضَا نَفْسِهِ وَزِنَةَ عَرْشِهِ وَمِدَادَ كَلِمَاتِهِ.

الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ، مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ، إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاهُ نَسْتَعِيْنَ، هُوَ الأَحَدُ الصَّمَدُ الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدُ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ، هُوَ الَّذِي قَالَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: "وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولئِكَ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُوْنَ نَقِيْرًا". صَلاَةً وَسَلاَمًا دَائِمَيْنِ مُتَلَازِمَيْنِ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحَابَتِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، فَإِنَّ الَّذِيْنَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ، رَاكِعُوْنَ سَاجِدُوْنَ يَبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِنْ رَبِّهِمْ وَرِضْوَانًا، سِيْمَاهُمْ فِي وُجُوْهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُوْدِ.

فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، اتَّقُوْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، اتَّقُوْهُ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ، وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. وَمَنْ يَعْصِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِيْنًا. أَمَّا بَعْدُ.

Kaum Muslimin , jama’ah shalat ‘Idul Fithri yang berbahagia…

Pada pagi hari ini, kita mengumandangkan “takbir”, “tahlil”, dan “tahmid” sebagai ungkapan rasa syukur kita kepada Allah SWT.

{وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ} البقرة :185

Bersyukur karena setelah berjuang selama sebulan penuh pada bulan Ramadhan, kita kembali mempunyai modal dan potensi fitrah seperti sedia kala. Kita telah kembali suci; akal kita, hati kita dan nurani kita kembali suci.

Jama’ah shalat ‘Idul Fithri yang berbahagia...

Sungguh pada hari ini adalah hari yang paling bersejarah dalam hidup kita, bagaimana tidak? Allah SWT masih memberikan kita umur yang panjang sehingga kita telah mampu melaksanakan ibadah puasa dengan sempurna, dan pada hari ini kita dikembalikan pada kesucian, saling maaf-memaafkan dan bersilaturrahim sesama muslim/muslimat. Kesalahan saudara-saudara kita di masa lalu hendaknya kita maafkan, hubungan kita dengan teman-teman yang pernah terputus beberapa waktu lalu hendaknya kita sambungkan. Rasulullah Saw bersabda:

لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنِ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا (البخاري)

“Orang yang menyambung (tali persaudaraan) bukanlah yang memberikan balasan, akan tetapi orang yang menyambung tali persaudaraan ialah yang apabila tali persaudaraannya diputus, maka ia menyambungnya”.

Sungguh keutamaan bersilaturrahim sangat besar, baginda Nabi Saw bersabda:

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ (متفق عليه)

“Barangsiapa yang ingin dilapangkan rizqinya dan dipanjangkan jejaknya/umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali persaudaraan”.

Meskipun terdapat perbedaan hari raya pada tahun ini di Indonesia, namun tali persaudaraan harus tetap terjalin, jangan sampai perbedaan itu menjadi bumerang bagi kita sehingga kita berpecah-belah, saling menjatuhkan satu dengan yang lain. Akan tetapi jadilah seperti bangunan yang saling menguatkan satu dengan yang lainnya. Nabi Saw bersabda:

الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا (مسلم)

“Mukmin dengan mukmin yang lain seperti bangunan, saling menguatkan satu dengan yang lainnya”. (HR. Muslim)

Jama’ah shalat ‘Idul Fithri yang dirahmati Allah...

Mari sejenak kita memperhatikan beberapa kejadian yang sedang melanda di negara kita. Hampir semua media televisi, koran, radio dan majalah yang kita konsumsi memuat berita tentang korupsi pejabat kelas kakap sampai kelas teri, kasus contek-menyontek di lembaga sekolah, ada juga yang membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar, sampai kita bingung ini siapa yang benar dan siapa yang salah??!. Kita melihat adanya dekadensi moral, akhlaq jauh terpental, kejujuran tidak jadi modal, uswatun hasanah hilang, serta kedisiplinan dan doa kurang. Kalau kita ingin maju, kita perlu meningkatkan beberapa hal berikut ini:

1. Meningkatkan akhlaq karimah

Akhlaq karimah merupakan modal utama dalam rangka memajukan dan meningkatkan ummat ini. Maju, bukanlah karena berpakaian mini, meminum-minuman keras, judi, berkelahi, berbuat keji dengan segala macam jenisnya dan lain sebagainya. Coba kita flashback ke zaman jahiliyyah dulu, zaman sebelum Muhammad menjadi Rasul. Keadaan pada waktu itu serba semeraut; orang-orang menyembah berhala, meminum-minuman keras, berbuat keji, berjudi, suka berkelahi dan lain sebagainya. Setelah baginda nabi Muhammad Saw menjadi Rasul, semuanya berubah menjadi baik. Kemajuan yang diajarkan oleh Rasulullah adalah kehidupan yang dipenuhi dengan akhlaq mulia, Rasulullah Saw bersabda:

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ

Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlaq”

Islam sangat memperhatikan akhlaq karimah ini, bahkan sampai hal-hal kecil sekalipun; mengucapkan salam kepada sesama muslim, meminum tidak boleh berdiri, memakai sandal dengan kaki yang kanan, keluar dan masuk kamar mandi dengan membaca do’a, dan lain sebagainya.

Maka akhlaq karimah ini harus ditanamkan sejak dini, dimulai dari rumah, sekolah dan lingkungan masyarakat.

2. Meningkatkan kejujuran

Kita lihat banyak terjadi korupsi, contek-menyontek di lembaga sekolah, pencurian dimana-mana dan sejenisnya. Hampir setiap hari berita kriminal yang kita konsumsi banyak memuat hal-hal seperti itu. Ada apa sebenarnya dengan bangsa ini? Tidak lain dan tidak bukan disebabkan tidak adanya kejujuran. Kejujuran ini seharusnya ditanamkan kepada anak-anak sejak kecil, sampai bangku sekolah hingga dia menjadi pemimpin kelak. Kejujuran Akan membawa kepada kebaikan, dengan kata lain orang yang jujur adalah orang yang baik. Nabi Saw bersabda:

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيْقًا. وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُوْرِ، وَإِنَّ الْفُجُوْرَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا (مُسْلِمٌ)

“Berpegangteguhlah pada kejujuran, karena kejujuran menunjukkan kepada kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan itu menunjukkan kepada Surga, seorang akan senantiasa jujur dan berusaha memilih kejujuran sampai dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan hindarilah kebohongan, karena kebohongan menunjukkan kepada kejahatan, dan sesungguhnya kejahatan itu menunjukkan kepada Neraka, seseorang akan senantiasa berbohong dan berusaha memilih kebohongan sampai dicatat di sisi Allah sebagai pembohong” (HR. Muslim)

Kita tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang jika generasi tua dan generasi muda menjadikan kebohongan sebagai pegangan dan kejujuran sebagai hal yang malu untuk dilakukan. Sudahlah, kita sudah cape’ dengan kebohongan dan kejahatan yang melanda negeri ini. Sudah saatnya kita berbenah diri dengan kejujuran dan kebaikan.

3. Menjadi uswatun hasanah

Ada ungkapan “Menjadi contoh lebih sulit daripada memberi contoh”. Maksud dari ungkapan ini adalah kita jarang bisa menjadi contoh. Suri tauladan yang baik merupakan kunci keberhasilan dalam mendidik, jika berhasil dalam mendidik maka akan timbul kemajuan. Bagaimana tidak? Baginda Rasul sendiri lebih banyak memberi dan menjadi uswah bagi para sahabat dan ummatnya, sehingga Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُوْلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُوْ اللهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيْرًا (الأحزاب: 21)

“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah” (Al-Ahzab: 21)

Pada zaman sekarang kita mengalami krisis, krisis orang yang bisa dijadikan uswah hasanah, ibarat mencari emas asli ditumpukan emas palsu. Maka kita perlu bertanya lagi “apakah kita sudah menjadi uswah bagi istri, suami, anak, saudara, menantu, bahkan masyarakat di sekitar kita?”.

4. Meningkatkan kedisiplinan

Kita lihat negara kecil seperti Singapura dengan segala kedisiplinannya mereka bisa maju, Akademi Militer di Magelang dan sekolah militer manapun dengan segala kedisiplinannya mereka bisa maju, lembaga pendidikan ternama seperti Universitas Madinah, Oxford University, Pondok Modern Darussalam Gontor dan lembaga pendidikan manapun dengan segala kedisiplinannya mereka bisa maju, serta melahirkan orang-orang yang militan, mau bekerja keras, berkeilmuan dan berwawasan luas.

Islam sangat memperhatikan kedisiplinan ini. Shalat, zakat, puasa, haji dan ibadah-ibadah lainnya diatur sedemikian rupa, ada disiplinnya yang berupa waktu dan tata caranya masing-masing. Bahkan alam ini diatur oleh Allah dengan penuh kedisiplinan, coba kita bayangkan kalau sepanjang hari hanya siang saja atau hanya malam saja?!, begitu pula planet-planet berputar mengelilingi matahari dengan penuh disiplin, jika mereka tidak berdisiplin maka akan terjadi tabrakan satu planet dengan yang lainnya. Begitulah seterusnya.

Ada ungkapan “Tidak ada kemajuan tanpa adanya kedisiplinan dan tidak ada kedisiplinan tanpa adanya suri tauladan”. Kalau kita ingin maju, bangsa ini ingin maju, haruslah berdisiplin dan menjadi suri tauladan yang baik bagi sesama, bagi generasi muda dan generasi tua.

5. Meningkatkan do’a

Do’a memiliki kekuatan yang luar biasa. Orangtua hendaknya mendoakan anak-anaknya, anak-anak mendoakan orangtuanya, murid mendoakan gurunya dan guru juga mendoakan muridnya. Ada ungkapan lagi “Seorang guru tidak dikatakan guru kalau tidak mendoakan muridnya, begitu seterusnya”.

Dengan do’a yang keras dan penuh keikhlasan, hal yang tidak mungkin menjadi mungkin. Allah malu untuk tidak mengabulkan do’a hamba-Nya, karena Allah telah berjanji akan mengabulkan do’a seorang hamba, Allah berfirman:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيْبٌ، أُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ، فَلْيَسْتَجِيُبْوا لِي وَلْيُؤْمِنُوْا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ (البقرة: 186)

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. (Al-Baqoroh: 186)

Do’a yang kuat tadi harus dibarengi dengan ibadah yang kuat juga. Sangat disayangkan orang yang tidak mau melaksanakan shalat fardhu 5 waktu sehari semalam, padahal Allah memberinya waktu 24 jam sehari semalam, kenapa dia tidak mau meluangkan waktunya untuk menyembah Allah Sang Pemberi waktu?

Oleh karena itu, hendaknya kita selalu berdo’a, saling mendo’akan dan minta dido’akan. Karena kemajuan kita, anak-anak kita, bangsa kita, masyarakat kita juga diperanguhi dengan do’a kita.

Jama’ah shalat ‘Idul Fithri yang dirahmati Allah...

Lima hal di atas (akhlaq karimah, Kejujuran, uswatun hasanah, kedisiplinan dan do’a) perlu ditanamkan sedalam-dalamnya kepada generasi sekarang dan akan datang. Konsep seperti inilah yang kurang kita temukan di lembaga-lembaga pendidikan, sering kita dapatkan orientasinya hanya nilai pelajaran, sementara pendidikan mental seperti tadi jarang ditekankan. Padahal, pendidikan mental lebih utama daripada pendidikan jasmani dan akademis. Karena kemajuan di masa yang akan datang tergantung kepada generasi muda saat ini, oleh karena itu mereka perlu mendapatkan pendidikan yang lebih baik, bukan hanya pendidikan akademis akan tetapi lebih mengacu kepada pendidikan mental dan akhlaq. Allah SWT berfirman:

وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوْا عَلَيْهِمْ، فَلْيَتَّقُوْا اللهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا.

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah ,yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar” (An-Nisa’: 9)

Pertanyaannya sekarang “mau atau tidak kita maju?” jawabannya ada pada diri jama’ah masing-masing. Jika kita merasa sudah maju, tidak ada salahnya kalau kita meningkatkan diri kita lagi, ada pepatah mengatakan “even the best can be improved” (Bahkan yang baik pun masih bisa ditingkatkan).

Oleh karena itu, dengan semangat idul fithri ini, marilah bersama-sama kita tingkatkan diri kita untuk semakin maju ke depan. Karena pada bulan Ramadhan tadi kita sudah ditempa, dilatih dan dididik untuk meningkatkan diri. Maka tempaan, latihan dan didikan itu perlu kita realisasikan pada 11 bulan berikutnya. Semoga Allah memberikan kita keluarga yang baik-baik dan memperbaiki keluarga kita, memberikan kita masyarakat dan tetangga yang baik-baik serta memperbaiki masyarakat dan tetangga kita, memberikan kita pemimpin yang baik-baik dan memperbaiki pemimpin kita. Aamiiin yaa rabbal ‘aalamiiin...

يُرِيْدُ اللهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ، وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ (البقرة: 185)

الْخُطْبَةُ الثَّانِيَةُ

اللهُ أَكْبَرُ (سَبْعًا)

اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً. لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ، وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ. لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ عَدَدَ خَلْقِهِ وَرِضَا نَفْسِهِ وَزِنَةَ عَرْشِهِ وَمِدَادَ كَلِمَاتِهِ.

الْحَمْدُ للهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيًا إِلَى اللهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحَابَتِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُوْنَ إِلَّا مَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ. أَمَّا بَعْدُ.

فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، اتَّقُوْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، اتَّقُوْهُ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ، وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. وَمَنْ يَعْصِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِيْنًا.

وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلَائِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.

اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ. وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

اللّهُمَّ إِنَّا عَبِيْدُكَ، بَنُوْ عَبِيْدِكَ، بَنُوْ إِمَائِكَ، نَوَاصِيْنَا بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيْنَا حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيْنَا قَضَاؤُكَ، نَسْأَلُكَ اللّهُمَّ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَنا وَأَزْوَاجَنَا وَأَبْنَاءَنَا وَبَنَاتَنَا وَوَالِدَيْنَا وَأُسْرَتَنَا مِنَ الصَّالِحِيْنَ وَالصَّالِحَاتِ وَالْقَانِتِيْنَ وَالْقَانِتَاتِ وَالنَّاجِحِيْنَ وَالنَّاجِحَاتِ وَالصَّابِرِيْنَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْحَافِظِيْنَ لِفُرُوْجِهِمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِيْنَ اللهَ كَثِيْرًا وَالذَّاكِرَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

اللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ يَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ.

اللّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا، وَلِجَدَّاتِنَا وَلِأَجْدَادِنَا وَلِتَلَامِيْذِنَا وَلِأَسَاتِذَتِنَا وَلِأُسْرَتِنَا وَلِأَهْلِ قَرْيَتِنَا وَلِمَنْ أَحْسَنَ وَأَحَبَّ إِلَيْنَا مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ وَيَا أَكْرَمَ الْأَكْرَمِيْنَ.

اللّهُمَّ لاَ تَدَعْ لَنَا ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ وَلاَ هَمًّا إِلاَّ فَرَّجْتَهُ وَلاَ دَيْنًا إِلاَّ قَضَيْتَهُ وَلَا مَرِيْضًا إِلَّا شَفَيْتَهُ وَلَا ضَالًّا إِلَّا هَدَيْتَهُ وَلَا مَيِّتًا إِلَّا رَحِمْتَهُ وَلاَ حَاجَةً مِنْ حَوَائِجِ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، هِيَ لَكَ رِضًى وَلَنَا فِيْهَا صَلاَحٌ إِلاَّ أَعَنْتَنَا عَلَى قَضَائِهَا وَيَسَّرْتَهَا يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.

اللّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ خَيْرَ الْمَسْأَلَةِ وَخَيْرَ الدُّعَاءِ وَخَيْرَ النَّجَاحِ وَخَيْرَ الْعَمَلِ وَخَيْرَ الثَّوَابِ وَخَيْرَ الْحَيَاةِ وَخَيْرَ الْمَمَاتِ، وَثَبِّتْنَا وَثَقِّلْ مَوَازِيْنَنَا وَحَقِّقْ إِيْمَانَنَا وَارْفَعْ دَرَجَاتِنَا وَتَقَبَّلْ صَلاَتَنَا وَاغْفِرْ خَطِيْئَاتِنَا وَنَسْأَلُكَ الدَّرَجَاتِ الْعُلَى مِنَ الْجَنَّةِ.

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ. اللّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ، وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوْبَتِكَ وَبِكَ مِنْكَ لاَ نُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ.

وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ.

Syamsul Effendi, S.Pd.I

Kampung Agas, 1 Syawwal 1432/31 Agustus 2011

Idul Fitri dan Menjaga Lidah

KHUTBAH IDUL FITRI 1431 H

الْخُطْبَةُ الأُوْلَى

اللهُ أَكْبَرُ (تِسْعًا)

اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً. لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ، وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْمُنَافِقُوْنَ. لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ عَدَدَ خَلْقِهِ وَرِضَا نَفْسِهِ وَزِنَةَ عَرْشِهِ وَمِدَادَ كَلِمَاتِهِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا الْكَرِيْمِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ أَجْمَعِيْنَ.

الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، حَمْدًا يُوَافِي نِعَمَهُ وَيُكَافِي مَزِيْدَهُ، يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ كَمَا يَنْبَغِي لِجَلاَلِ وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ، هُوَ الأَوَّلُ وَالآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ، الْقَائِلُ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: "يُرِيْدُ اللهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ، وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ.

الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ الأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحَابَتِهِ وَقَرَابَتِهِ أَجْمَعِيْنَ، حَيْثُ نَرْجُوْ شَفَاعَتَهُ فِي يَوْمِ الدِّيْنِ، يَوْمَ لاَ يَنْفَعُ مَالٌ وَلاَ بَنُوْنَ إِلاَّ مَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ. أَمَّـا بَعْـدُ.

فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ نَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، وَاتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. يَقُوْلُ اللهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ: فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًا. فِطْرَةَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللهِ، ذلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ، وَلكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُوْنَ.

Hadirin kaum muslimin dan muslimat jama’ah sholat ‘ied yang berbahagia.

Pertama-tama marilah kita bersyukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan ni`mat-Nya yang telah dianugerahkan kepada kita sekalian, ni’mat yang tidak akan mampu kita hitung walau bagaimanapun caranya. Allah SWT berfirman:

وَآتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوْهُ، وَإِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللهِ لاَ تُحْصُوْهَا (إبراهيم: 34)

“Dan Dia telah memberikan kepadamu sekalian (keperluan) dari segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kalian menghitung ni’mat Allah, niscaya kalian tidak akan mampu menghitungnya”. (Ibrahim: 34)

Shalawat berserta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan alam nabi Muhammad Saw yang sangat mencintai ummatnya.

Kedua kalinya marilah kita senantiasa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT dengan benar-benar taqwa, yaitu selalu menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

اللهُ أَكْبَرُ- اللهُ أَكْبَرُ- اللهُ أَكْبَرُ- وَللهِ الْحَمْدُ.

Hari ini adalah hari yang penuh berkah. Pada hari ini umat Islam telah selesai melaksanakan ibadah puasa. Pada hari ini pula diharamkan berpuasa. Pagi ini umat Islam berkumpul di Masjid atau di lapangan untuk melaksanakan sholat Idul Fitri dalam keadaan bahagia, bersyukur kepada Allah SWT, karena telah dapat menunaikan ibadah puasa selama satu bulan.

Pada hari ini semua umat Islam yang berada di seluruh dunia mengumandangkan takbir, tasbih, tahmid dan tahlil untuk mengagungkan dan membesarkan asma Allah SWT. Hal ini memiliki hikmah yang sangat agung, yaitu merupakan syi`ar Islam, syi`ar Idul Fitri yang dikumandangkan oleh kaum muslimin mulai dari ufuk timur hingga ufuk barat, menantang kemungkaran yang disebabkan oleh krisis moral dan krisis akhlaq.

Syi`ar seperti ini merupakan gambaran dari keimanan umat Islam kepada Tuhannya di hari Idul Fitri yang berbahagia ini. Sungguh merupakan saat-saat yang membahagiakan dan penuh kesyukuran bagi kita umat Islam, karena kita telah dapat menyelesaikan tugas dan kewajiban dari Allah SWT, yaitu ibadah puasa. Dengan selesainya ibadah puasa ini kita diperintah oleh Allah untuk mengagungkan-Nya.

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ. ( البقرة : 185 )

"Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur." ( Al-Baqoroh : 185 )

Keberhasilan kita dalam melaksanakan ibadah puasa akan terlihat bagaimana diri kita dalam menjalani kehidupan setelah bulan Ramadhan, menjadi lebih baikkah kita atau tetap seperti kemarin atau bahkan lebih buruk?

مَنْ كَانَ يَوْمُهُ خَيْرًا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ رَابِحٌ، وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ مِثْلَ أَمْسِهِ فَهُوَ خَاسِرٌ، وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ شَرًّا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ مَلْعُوْنٌ.

“Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari kemarin maka dia adalah orang yang beruntung, dan barangsiapa yang hari ini sama seperti hari kemarin maka dia adalah orang yang rugi, dan barangsiapa yang hari ini lebih buruk dari kemarin maka dia adalah orang yang terlaknat.”

اللهُ أَكْبَرُ- اللهُ أَكْبَرُ- اللهُ أَكْبَرُ- وَللهِ الْحَمْدُ.

Hadirin yang berbahagia...

Menurut perhitungan orang-orang yang melaksanakan ibadah selama di bulan Ramadhan telah bersih, suci dari noda dan dosa seperti bayi yang baru lahir. Inilah ma`na Idul Fitri, kembali kepada fitrah Allah, yang telah diciptakan oleh Allah bagi manusia. Manusia diciptakan oleh Allah memiliki naluri beragama, yaitu agama tauhid, agama Islam yang lurus, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًا. فِطْرَةَ اللهش الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللهِ، ذلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ وَلكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَ. (الروم: 30)

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama ( Allah ), ( tetaplah atas ) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Ar-Ruum: 30).

Karena kebanyakan manusia tidak mengetahui, kemudian Allah memerintahkan kepada mereka supaya kembali kepada-Nya, bertaubat, bertaqwa, mendirikan sholat dan tidak menyekutukan Allah SWT.

مُنِيْبِيْنَ إِلَيْهِ وَاتَّقُوْهُ وَأَقِيْمُوا الصَّلَاةَ وَلَا تَكُوْنُوْا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ. (الروم : 31)

“Dengan kembali bertaubat kepada-Nya serta dirikanlah sholat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah.”

Tekanan utama setelah manusia kembali kepada fitrah Allah, adalah :

1. Agar selalu berataubat kepada Allah SWT, mohon ampunan atas segala dosa dan kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

2. Bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa, yaitu selalu menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

3. Mendirikan sholat, yaitu melaksanakan sholat lima waktu dengan sempurna. Orang yang mengaku dirinya muslim, maka ia wajib mendirikan sholat, kalau tidak berarti dia telah merobohkan agama Islam.

الصَّلَاةُ عِمَادُ الدِّيْنِ فَمَنْ أَقَامَهَا فَقَدْ أَقَامَ الدِّيْنِ وَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ هَدَمَ الدِّيْنِ.

Sholat adalah tiang agama, maka barangsiapa yang mendirikan sholat maka ia telah menegakkan agama dan barangsiapa yang meninggalkan sholat, maka ia telah menghancurkan agama.”

4. Tidak menyekutukan Allah (tidak SYIRIK ). Syirik adalah kedzaliman yang paling besar, dan Allah tidak akan mengampuni hamba-Nya yang mensekutukannya kecuali apabila ia bertaubat dengan taubat yang sesungguhnya (taubatun nashuh). Maksudnya, kalau dosa-dosa kecil bisa terampuni dengan memperbanyak amal ibadah atau dzikir. Tetapi dosa syirik, si musyrik harus benar-benar mengakui kesalahannya dan meminta ampun serta tidak melakukan perbuatan syirik itu lagi.

إِنَّ اللهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ (النساء: 48)

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni dosa selain syirik itu bagi siapa saja yang Dia kehendaki” (An Nisaa’: 48).

اللهُ أَكْبَرُ- اللهُ أَكْبَرُ- اللهُ أَكْبَرُ- وَللهِ الْحَمْدُ.

Hadirin jama’ah sholat id yang berbahagia...

Selama bulan Ramadhan kemarin kita dilatih untuk berpuasa, puasa lahir dan juga batin. Sejenak kita merenung, menginstropeksi diri kita, adakah ia menjadi lebih baik?. Baik dalam tingkah laku, baik dalam pemikiran, bahkan baik dalam ucapan. Pandai-pandailah menjaga anggota tubuh yang bernama lidah.

Rumah tangga bisa jadi panas karena semua anggotanya ingin berbicara. Kalau merasa disudutkan, maka pasang aksi dan siap siaga untuk menyerang balik. Maka meluncurlah kata-kata tak pantas di tengah rumah tangga. Pantas saja kalau nurani kita semua tak pernah jernih dan pantas pula kalau kita terbiasa membicarakan hal-hal tak penting. Sepertinya, kita tak pernah jemu berbicara sehingga seakan tugas kita semua sama: Berbicara.

Semua ingin berbicara dan didengarkan padahal semuanya belum siap untuk menjadi pendengar yang baik. Akibatnya, muncul perang kata-kata, saling tuding, saling tuduh, dan saling menyalahkan. Kondisi ini tentu saja amat kurang menguntungkan karena bukan jalan keluar yang didapat tetapi justru persoalan-persoalan baru yang lahir. Bahkan, bisa jadi pertentangan dan pertikaian baru yang muncul.

Sungguh memilukan. Semuanya ingin bicara dan semuanya ingin dibicarakan. Lantas, kapankah kita mencari waktu walau sebentar untuk berdiam diri, merenung, mempertanyakan dalam diri dan menyoal apa sebenarnya yang kita perbuat ini? Sepertinya tak pernah ada waktu untuk menggugat diri sendiri. Alquran mengajarkan kita dalam sebuah ayat suci:

لاَ يَتَكَلَّمُوْنَ إِلَّا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ وَقَالَ صَوَابًا (النبأ: 35)

“Mereka tidak berkata-kata kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan yang maha pemurah; dan ia mengucapkan kata yang benar”.

Kalau itu dilakukan oleh kita masing-masing, bi masyii-atillah para pendengar atau lawan bicara akan dengan senang hati mendengarkannya. Pendengar akan mengambil posisi “yastami'uunal qaula fa yattabi'uuna ahsanah” (Mereka mendengarkan perkataan lalu mengikuti yang baiknya). Dalam konteks masa kini, diam amat penting dilakukan oleh siapa saja kalau dia tak mampu lagi berkata-kata baik.

Ibnu Mas'ud berkata, “Tidak ada sesuatu pun yang patut diikat berlama-lama lebih dari lidah.” Bahkan, Mujaddid besar Imam Al-Ghazali mengisyaratkan betapa khawatirnya Gusti Allah atas sepotong daging bernama lidah. Karena besarnya akibat yang ditimbulkan, kemudian kata Al-Ghazali “Tak ada tawanan mana pun yang paling ketat penjagaannya kecuali lidah.”

Tak cukup hanya dengan dua bibir, Gusti Allah bahkan menambah lagi dengan penjagaan dua deretan gigi yang amat kuat. Itu pun, lidah masih selalu sempat lepas tak terkendali. Seorang sufi lainnya berkata, “Manusia diciptakan hanya dengan satu lidah namun dianugerahi dua telinga dan dua mata agar ia mampu mendengar dan mau melihat lebih banyak daripada berbicara.”

Menurut standar Rasulullah, Muslim yang baik adalah yang membuat Muslim lainnya selamat dari tangannya dan lidahnya. Kalau lidahnya tajam menusuk seperti sembilu, maka lidah semacam ini termasuk yang tidak menyelamatkan Muslim lainnya. Tidak membuat orang jadi tenang. Ia ibarat memiliki sebuah ketapel dan siap melemparkan batu ke segenap penjuru sesuka bisikan di muara angkaranya.

Nah, daripada kita menggunjing orang lain, maka sufi besar Abdullah Ibnu Mubarak mengajarkan kita sesuatu yang lebi bermanfaat. “Kalau saya dipaksa harus menggunjing, maka pertama-tama yang akan menjadi sasaranku adalah ibunda dan ayahandaku. Beliau berdua jauh lebih berhak untuk menerima amal-amalku”, Katanya ketika ditanya bahaya menggunjing. Apa sebabnya? Menurut sebagian riwayat, seseorang apabila tengah menggunjing, sama artinya dengan sedang melepas helai demi helai amal baiknya.

Setiap kali kita menggunjing seseorang, maka setiap kali itu pula orang yang kita gunjing akan mendapatkan ganti dengan amal-amal baik yang kita lakukan. Pantas saja kalau kita harus menggunjing, maka kedua orangtua kita paling berhak menerima amal-amal baik kita daripada harus diserahkan kepada orang lain. Betapa sarkastisnya Abdullah Ibnu Mubarak menyikapi orang yang suka ‘memangsa daging’ saudaranya sendiri karena perbuatan menggunjing ini. Kalau tak sudi disebut tengah menggunjing, maka berbicaralah sebaik mungkin dengan etika yang patut dan terpuji agar mendatangkan manfaat. Menjadi jelas betapa pentingnya bersikap diam.

Pada hari ini mari kita saling memaafkan antara satu muslim dengan muslim yang lain. Karena tanpa disengaja atau disengaja, mungkin kita pernah menyakiti saudara kita dengan tingkah laku kita dan dengan perkataan kita yang tidak pantas untuk diucapkan. Pada akhirnya, kita tergolong minal ‘aidiin wal faiziin (orang yang kembali kepada kesucian dan kemenangan).

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ : يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ، إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِي وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

الْخُطْبَةُ الثَّانِيَةُ

اللهُ أَكْبَرُ (سَبْعًا)

اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً. لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ، وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْمُنَافِقُوْنَ. لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ عَدَدَ خَلْقِهِ وَرِضَا نَفْسِهِ وَزِنَةَ عَرْشِهِ وَمِدَادَ كَلِمَاتِهِ.

الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ، مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ، إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاهُ نَسْتَعِيْنَ، هُوَ الأَحَدُ الصَّمَدُ الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدُ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ، هُوَ الَّذِي قَالَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: "وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولئِكَ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُوْنَ نَقِيْرًا". صَلاَةً وَسَلاَمًا دَائِمَيْنِ مُتَلَازِمَيْنِ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحَابَتِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، فَإِنَّ الَّذِيْنَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ، رَاكِعُوْنَ سَاجِدُوْنَ يَبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِنْ رَبِّهِمْ وَرِضْوَانًا، سِيْمَاهُمْ فِي وُجُوْهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُوْدِ. أمَّا بَعْدُ.

فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، اتَّقُوْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، اتَّقُوْهُ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ، وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. وَمَنْ يَعْصِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيْدًا.

وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلَائِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.

اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً تُنْجِيْنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ الْأَحْوَالِ وَالْآفَاتِ، وَتَقْضِي لَنَا بِهَا جَمِيْعَ الْحَاجَاتِ، وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَّيِّئَاتِ، وَتَرْفَعُنَا بِهَا عِنْدَكَ أَعْلَى الدَّرَجَاتِ، وَتُبَلِّغُنَا بِهَا أَقْصَى الْغَايَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الْخَيْرَاتِ فِي الْحَيَاةِ وَبَعْدَ الْمَمَاتِ. وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

اللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ يَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ.

اللّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا، وَلِجَدَّاتِنَا وَلِأَجْدَادِنَا وَلِأُسْرَتِنَا وَلِأَهْلِ قَرْيَتِنَا وَلِمَنْ لَهُ حَقٌّ عَلَيْنَا مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ وَيَا أَكْرَمَ الْأَكْرَمِيْنَ.

اللّهُمَّ إِنَّا عَبِيْدُكَ، بَنُوْ عَبِيْدِكَ، بَنُوْ إِمَائِكَ، نَوَاصِيْنَا بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيْنَا حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيْنَا قَضَاؤُكَ، نَسْأَلُكَ اللّهُمَّ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَنا وَأَزْوَاجَنَا وَأَبْنَاءَنَا وَبَنَاتَنَا وَوَالِدَيْنَا وَأُسْرَتَنَا مِنَ الصَّالِحِيْنَ وَالصَّالِحَاتِ وَالْقَانِتِيْنَ وَالْقَانِتَاتِ وَالنَّاجِحِيْنَ وَالنَّاجِحَاتِ وَالصَّابِرِيْنَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْحَافِظِيْنَ لِفُرُوْجِهِمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِيْنَ اللهَ كَثِيْرًا وَالذَّاكِرَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

اللّهُمَّ لاَ تَدَعْ لَنَا ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ وَلاَ هَمًّا إِلاَّ فَرَّجْتَهُ وَلاَ دَيْنًا إِلاَّ قَضَيْتَهُ وَلاَ حَاجَةً مِنْ حَوَائِجِ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، هِيَ لَكَ رِضًى وَلَنَا فِيْهَا صَلاَحٌ إِلاَّ أَعَنْتَنَا عَلَى قَضَائِهَا وَيَسَّرْتَهَا يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.

اللّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ خَيْرَ الْمَسْأَلَةِ وَخَيْرَ الدُّعَاءِ وَخَيْرَ النَّجَاحِ وَخَيْرَ الْعَمَلِ وَخَيْرَ الثَّوَابِ وَخَيْرَ الْحَيَاةِ وَخَيْرَ الْمَمَاتِ، وَثَبِّتْنَا وَثَقِّلْ مَوَازِيْنَنَا وَحَقِّقْ إِيْمَانَنَا وَارْفَعْ دَرَجَاتِنَا وَتَقَبَّلْ صَلاَتَنَا وَاغْفِرْ خَطِيْئَاتِنَا وَنَسْأَلُكَ الدَّرَجَاتِ الْعُلَى مِنَ الْجَنَّةِ.

اللّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ، وَاحْمِ حَوْزَةَ اْلإِسْلاَمِ، وَاجْمَعْ كَلِمَةَ الْمُسْلِمِيْنَ عَلَى الْحَقِّ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اللّهُمَّ انْصُرْ دِيْنَكَ وَكِتَابَكَ وَسُنَّةَ نَبِيِّكَ وَعِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيْنَ.

اللّهُمَّ أَعِدِ الْمَسْجِدَ اْلأَقْصَى إِلَى رِحَابِ الْمُسْلِمِيْنَ، اللّهُمَّ وَطَهِّرْهُ مِنَ الْيَهُوْدِ الْغَاصِبِيْنَ، اللّهُمَّ عَلَيْكَ بِهِمْ فَإِنَّهُمْ لاَ يُعْجِزُوْنَكَ يَا قَوِيُّ يَا عَزِيْزُ.

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ. اللّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ، وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوْبَتِكَ وَبِكَ مِنْكَ لاَ نُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ.

وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ.

Kampung Agas, 29 Ramadhan 1431/08 September 2010

Syamsul Effendi, S.Pd.I